![]() |
| Memahami Konsep Mindfulness dalam Islam: Khusyuk, Ikhlas, Ridho, dan Hikmah (Pixabay/dimitrisvetsikas1969) |
MindfulLiving.id – Dalam beberapa tahun terakhir, konsep mindfulness semakin populer dan sering dikaitkan dengan gaya hidup sehat, manajemen stres, hingga peningkatan kualitas hidup.
Namun, tahukah Anda bahwa konsep mindfulness sebenarnya
telah lama hadir dalam ajaran Islam dengan diksi dan istilah yang sangat
mendalam?
Jika di dunia Barat mindfulness sering dikaitkan
dengan perhatian penuh terhadap saat ini, maka dalam Islam, nilai-nilai ini
sudah terkandung dalam praktik ibadah dan akhlak sehari-hari.
Artikel ini akan mengulas bagaimana mindfulness atau
kesadaran penuh dapat diterjemahkan ke dalam empat nilai utama dalam Islam: khusyuk,
ikhlas, ridho, dan hikmah.
1. Attention = Khusyuk
Dalam dunia mindfulness, “attention” berarti
kesadaran penuh terhadap apa yang sedang kita lakukan saat ini.
Konsep ini bukan hanya soal fokus, tapi juga menghadirkan
pikiran dan perasaan dalam aktivitas yang sedang dijalani. Dalam Islam, konsep
ini sangat identik dengan khusyuk, terutama dalam konteks salat.
Khusyuk adalah kondisi ketika hati dan pikiran benar-benar
hadir dalam ibadah. Salat yang khusyuk bukan hanya soal gerakan tubuh, tapi
juga melibatkan hati yang tertuju hanya kepada Allah.
Para sahabat Rasul bahkan dikenal memiliki kekhusyukan luar
biasa dimana salah satu kisah menyebutkan ada sahabat yang meminta dicabut
panah dari tubuhnya saat ia salat, karena pada saat itu ia benar-benar tidak
merasakan sakit namun pikirannya hanya tertuju pada Tuhannya.
Khusyuk mengajarkan kita untuk hidup dengan penuh kesadaran
dan keseriusan. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap ini bisa diterapkan saat
kita bekerja, belajar, atau bahkan berinteraksi dengan orang lain.
Kehadiran pikiran dan hati akan membuat aktivitas lebih
bermakna, dan ini sejalan dengan prinsip dasar mindfulness.
2. Intention = Ikhlas
Komponen kedua dari mindfulness adalah “intention”
atau niat yang jelas. Dalam Islam, ini tercermin melalui konsep ikhlas,
yaitu menjalankan segala sesuatu semata-mata karena Allah.
Ikhlas adalah pondasi utama dalam setiap amal ibadah. Apapun
aktivitas yang kita lakukan, jika dilandasi oleh niat yang ikhlas, maka itu
bernilai ibadah.
Ikhlas bukan sekadar tidak mengharapkan pujian, melainkan
mengarahkan tujuan hidup hanya kepada Allah. Untuk bisa ikhlas, seseorang harus
sadar betul tentang orientasi dan maksud dari tindakannya.
Dalam konteks mindfulness, ikhlas membantu kita tetap
fokus pada tujuan yang benar. Tidak terjebak pada ekspektasi duniawi, tidak
goyah oleh penilaian orang lain. Segala sesuatu yang dilakukan dengan niat
lillahi ta'ala akan memberikan kedamaian batin yang mendalam.
3. Present = Ridho
Mindfulness mengajarkan kita untuk hidup di saat
ini—bukan terjebak pada masa lalu atau mencemaskan masa depan. Dalam Islam,
sikap ini sangat selaras dengan konsep ridho, yaitu menerima dan rela
terhadap segala ketetapan Allah.
Ridho bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan menerima
dengan lapang dada apapun yang Allah takdirkan. Seseorang yang ridho akan lebih
tenang, lebih bersyukur, dan tidak mudah iri atau benci terhadap kesuksesan
orang lain.
Ketika seseorang tidak ridho, hidupnya dipenuhi kegelisahan.
Ia tidak bisa menikmati hidup, tidak mampu melihat keindahan dari situasi yang
sedang dijalani.
Misalnya, ada orang yang tidak bangga menjadi warga
Indonesia, selalu mengeluh dengan keadaan negaranya, padahal hidup di negeri
ini adalah bagian dari takdir Allah.
Ketidakridhoan ini membuatnya jauh dari ketenangan batin,
dan tentu saja bertentangan dengan semangat mindfulness.
4. Open = Hikmah
Aspek terakhir dari mindfulness adalah “open”, yaitu
keterbukaan terhadap pengalaman hidup tanpa menghakimi. Dalam Islam,
keterbukaan ini diwujudkan dalam konsep hikmah.
Hikmah adalah kemampuan untuk mengambil pelajaran dari
setiap peristiwa, baik yang menyenangkan maupun tidak. Orang yang memiliki
hikmah tidak menganggap apapun sebagai sia-sia.
Bahkan dari orang-orang yang berbeda pandangan sekalipun,
kita bisa belajar. Misalnya, meskipun seorang tokoh memiliki latar belakang
ateis, bukan berarti setiap ide yang ia kemukakan salah.
Dalam dunia filsafat Islam, mencari hikmah adalah bagian
dari pengembangan diri. Ini melatih kita untuk tidak cepat menilai, namun
berpikir mendalam, kontekstual, dan obyektif.
Keterbukaan ini adalah bentuk kebijaksanaan yang memperkaya
batin dan membuat kita lebih mindful dalam menjalani hidup.
Konsep mindfulness dalam Islam bukanlah hal baru. Ia
sudah hidup dalam praktik-praktik keagamaan dan nilai-nilai spiritual yang
selama ini kita kenal.
Empat pilar utama mindfulness yaitu attention, intention,
present, dan open memiliki padanan kuat dalam ajaran Islam melalui khusyuk,
ikhlas, ridho, dan hikmah.
Dengan memahami ini, kita tidak perlu mencari jauh ke luar untuk menemukan cara hidup yang lebih tenang dan bermakna.
Islam sudah lebih
dulu mengajarkan kita untuk hidup penuh kesadaran, penuh niat baik, menerima
takdir dengan lapang dada, dan senantiasa belajar dari setiap pengalaman.
Inilah esensi mindfulness dalam balutan nilai-nilai religius yang luhur.***
Sumber: YT Defense Journal Post
