![]() |
| Narsistik Bukan Sekadar Suka Diri Sendiri, Tapi Gangguan Kepribadian Serius! (Pinterest/Ada Jennifer) |
MLID – Pernah nggak sih ketemu sama orang yang selalu
pengin jadi pusat perhatian, ngerasa paling hebat, dan maunya semua orang
nurutin kemauannya? Nah, bisa jadi itu bukan cuma sifat bawaan aja, tapi ada
kemungkinan dia mengalami gangguan kepribadian narsistik.
Walaupun kata “narsistik” sering dipakai buat ngegambarin
orang yang doyan selfie atau suka ngaca, dalam dunia psikologi istilah ini jauh
lebih dalam dan kompleks, lho. Yuk, kenalan lebih dekat dengan gangguan yang
satu ini!
Ciri-Ciri Umum Orang dengan Kepribadian Narsistik
Orang yang punya gangguan kepribadian narsistik biasanya
punya pola pikir dan perilaku yang bikin mereka ngerasa dirinya lebih penting
dibanding orang lain. Tapi uniknya, setiap pengidap bisa nunjukin gejala yang
beda-beda.
Beberapa tanda yang sering muncul misalnya:
- Ngerasa
harus selalu dipuji dan dikagumi, kayak nggak bisa hidup tanpa validasi.
- Punya
sikap egois, semua harus tentang dia.
- Merasa
dirinya paling hebat, seolah nggak ada yang bisa nyamain.
- Suka
cari perhatian, kadang sampai pura-pura sakit atau drama berlebihan.
- Nganggap
orang lain lebih rendah atau nggak selevel.
- Nuntut
perlakuan khusus dari siapa pun.
- Sering
manfaatin orang lain demi keuntungan pribadi.
- Bersikap
sombong, angkuh, dan ngerasa dirinya paling benar.
- Sering
iri sama orang lain, tapi juga mikir orang lain iri sama dia.
- Nggak
peka sama perasaan atau kebutuhan orang lain.
Karena susah banget nerima kritik, biasanya mereka juga
gampang marah, cepet tersinggung, nggak sabaran, bahkan bisa ngalamin stres
atau depresi kalau keinginannya nggak diturutin.
Meski terlihat percaya diri di luar, sebenarnya mereka
sering menyembunyikan rasa malu dan ketidakamanan dalam diri.
Gimana Cara Dokter Menentukan Diagnosisnya?
Untuk mengetahui
apakah seseorang benar-benar mengalami gangguan kepribadian narsistik, para
profesional kesehatan mental biasanya mengandalkan panduan dari Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM).
Dalam panduan ini
dijelaskan bahwa seseorang bisa didiagnosis mengidap gangguan ini jika memenuhi
setidaknya lima dari sembilan kriteria yang telah ditetapkan.
Kriteria tersebut
antara lain adalah kebutuhan akan pujian yang berlebihan, merasa dirinya lebih
hebat dibandingkan orang lain, merasa dirinya istimewa dan hanya cocok bergaul
dengan orang-orang tertentu, serta sering berfantasi tentang kesuksesan, kecantikan,
atau kekuasaan.
Selain itu,
pengidap biasanya mengharapkan perlakuan khusus, merasa iri atau berpikir orang
lain iri padanya, bersikap arogan, memanfaatkan orang lain demi keuntungan
pribadi, dan minim empati terhadap orang di sekitarnya.
Diagnosis ini
tidak bisa asal diberikan dan butuh observasi mendalam oleh tenaga profesional,
karena beberapa ciri bisa saja tumpang tindih dengan kondisi psikologis lain.
Risiko Kalau Nggak Ditangani
Kalau gangguan
ini dibiarkan begitu saja tanpa penanganan yang tepat, dampaknya bisa serius,
baik untuk pengidap maupun orang-orang di sekitarnya.
Salah satu risiko
utamanya adalah munculnya gangguan lain seperti depresi, kecemasan yang
berlebihan, bahkan pikiran untuk bunuh diri. Nggak jarang juga pengidap jadi
kecanduan alkohol atau obat-obatan terlarang sebagai bentuk pelarian dari rasa
kecewa atau tekanan.
Dalam kehidupan
sosial, mereka bisa kesulitan menjaga hubungan yang sehat dan stabil, baik itu
dengan pasangan, keluarga, maupun teman.
Selain itu, kemampuan mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seperti sekolah atau pekerjaan, juga bisa terganggu karena sulit menerima kritik, tidak mampu bekerja sama, dan sering mengalami konflik.
Pengobatan dan Terapi
Mengatasi
gangguan kepribadian narsistik butuh pendekatan yang konsisten dan kesabaran,
karena prosesnya nggak instan. Salah satu cara utama yang biasanya dilakukan
adalah terapi wicara atau psikoterapi.
Lewat metode ini,
pasien diajak untuk memahami pola pikir dan perilaku mereka, serta belajar
membangun cara berinteraksi yang lebih sehat dengan orang lain. Selain itu, ada
juga terapi perilaku kognitif (CBT) yang fokus pada mengubah pola pikir negatif
menjadi lebih realistis dan membangun.
Dalam beberapa
kasus, dokter juga bisa memberikan obat-obatan seperti antidepresan,
stabilisator mood, atau antipsikotik, terutama jika muncul gejala tambahan
seperti depresi atau gangguan kecemasan.
Yang penting,
pengobatan harus dilakukan oleh tenaga profesional dan dijalani secara rutin
agar hasilnya bisa terasa.
Bisa Dicegah Nggak, Sih?
Meskipun belum
ada cara khusus untuk benar-benar mencegah gangguan kepribadian narsistik, ada
beberapa langkah yang bisa membantu mengurangi risikonya sejak dini. Salah satu
kuncinya ada pada pola asuh anak.
Memberikan kasih
sayang, batasan yang jelas, serta tidak memanjakan secara berlebihan bisa
membantu anak tumbuh dengan rasa percaya diri yang sehat. Konsultasi dengan
terapis atau mengikuti kelas parenting juga bisa jadi langkah preventif yang
bagus.
Selain itu, jika
muncul gejala gangguan mental sejak kecil, sangat penting untuk segera mencari
bantuan profesional agar masalah tersebut tidak berkembang menjadi gangguan
kepribadian di masa dewasa.
Terapi keluarga
juga bisa membantu memperbaiki komunikasi dan mengatasi konflik emosional yang
mungkin menjadi akar masalahnya.
Ingat ya, punya
rasa percaya diri itu penting, tapi kalau udah berlebihan dan sampai merugikan
diri sendiri serta orang lain, bisa jadi itu tanda dari gangguan kepribadian
narsistik. Jangan anggap remeh, karena masalah mental sama pentingnya dengan
kesehatan fisik.
Kalau kamu atau
orang terdekat merasa ada gejala yang mirip, jangan ragu untuk konsultasi ke
psikolog atau psikiater. Makin cepat ditangani, makin besar kemungkinan untuk
hidup lebih sehat dan bahagia.
